PERBEDAAN BELAJAR BERMAKNA DENGAN BELAJAR HAFALAN
1. Belajar
Bermakna
Belajar
bermakna adalah belajar di mana siswa harus mengkaitkan konsep baru dengan yang
diperolehnya dalam bentuk proposisi (hubungan antar konsep) yang benar. Ausubel
(dalam Dahar, 1988) menyatakan belajar bermakna merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi
tentang memori atau disimpankannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi
disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak.
Seorang
guru biologi dalam mengajarkan konsep-konsep biologi kepada siswa sebaiknya
dapat memahami suatu konsep (Amin, 1994). Konsep terbentuk bila dua atau lebih
objek-objek yang dapat dibedakan atau kejadian-kejadian/ situasi-situasi telah
dikelompokkan bersama dan terpisah dari obyek-objek atau kejadian-kejadian atau
situasi-situasi lain berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk dan
sifatnya. Konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang didasarkan pada
pengalaman (empiris) tertentu dan relevan dan yang dapat digeneralisasikan
(Amin, 1994).
Klasifikasi
konsep dan sistem konseptual sangat penting karena isu-isu mutakhir yang
menantang para guru adalah mengenai konsep-konsep esensial dan
subkonsep-subkonsep apa yang harus diajarkan, dalam urutan atau rangkaian yang
bagaimana, dan kepada siapakah harus diajarkan sesuai dengan minat, kebutuhan
dan kemampuan siswa. Apa yang dimaksud disini ialah cara penalaran untuk
mengklasifikasikan konsep kedalam kategori-kategori yang bermakna, dan cara
untuk menghubungkan kategori-kategori tersebut pada kemampuan intelektual
para siswa sehingga mereka tidak hanya memperoleh pengertian yang signifikan
tentang makna konsep, tetapi pengalaman belajar itu sendiri juga akan membantu
siswa dalam menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan penalarannya.
Konsep
itu saling berhubungan satu sama lain dalam sistem yang dinamik yang disebut
sistem-sistem konseptual. Pengajaran sistem konseptual dalam bidang biologi
harus melibatkan urutan atau rangkaian pengenalan tentang konsep-konsep biologi
dalam cara yang bermakna dan relevan. Salah satu strategi pengajaran sistem
konseptual ini disebut teknik pemetaan konsep. Tujuan teknik pemetaan konsep
adalah untuk memungkinkan guru dan siswa menjadi lebih kreatif dan ekspresif
(Amin, 1994).
Konstruksi
peta konsep umumnya dibuat oleh guru yang berpengalaman dan menguasai materi
biologi yang utuh. Teknik pemetaan konsep memberikan suatu hubungan penting antara
teori belajar dan mengajar, khususnya teori belajar dan mengajar biologi. Guru
hendaknya menyadari bahwa belajar biologi yang efektif dan bermakna itu dapat
dibangun antara konsep-konsep baru dengan konsep-konsep yang telah terbentuk di
dalam struktur kognitif siswa. Dengan demikian, penggunaan teknik pemetaan
konsep dalam proses belajar mengajar biologi di kelas dapat me-ngurangi
kepasifan siswa dan memacu peningkatan minat serta partisipasi siswa dalam
proses belajar mengajar yang bermakna (Amien, 1990).
Bila
siswa mengatahui bahwa mereka akan terlibat dalam suatu kegiatan belajar
seperti pemetaan konsep, maka perhatiannya akan lebih besar dan menjadi lebih
berminat untuk melibatkan diri dalam proses belajarnya sendiri. Strategi yang
menggunakan peta konsep yang disiapkan oleh guru berupa ekspositori dan
berorientasi pada hasil (produk), sedangkan strategi yang menggunakan peta
konsep yang dibuat oleh siswa berorientasi pada proses yang memusatkan pada
penemuan siswa secara individual atau kelompok (Amien, 1990).
Menurut
Ausubel (dalam Arifin, 1995) siswa mengasimilasi pelajaran di-lakukan dengan
cara-cara seperti pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Belajar Menurut Ausubel
Dimensi II
Dimensi I
|
Hafalan
|
Bermakna
|
Penerimaan
|
|
|
Penemuan
|
|
|
Sumber Arifin (1995:83)
Selanjutnya
Ausubel menjelaskan perbedaan antara belajar bermakna dengan belajar hafalan,
belajar bermakna merupakan suatu proses dalam belajar yaitu informasi baru
dikaitkan pada konsep-konsep relevan yang telah ada dalam struktur kognitif
seseorang. Sedangkan belajar secara hafalan terjadi jika siswa mempelajari
konsep-konsep baru secara semuanya dan tidak dihubungkan dengan konsep-konsep
relevan yang sudah diketahuinya.
Belajar
bermakna berarti belajar dengan memperoleh pemberitahuan yang bermakna. Menurut
Ausubel dalam Amin (1990) prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah
sebagai berikut: (1) materi yang akan diepalajari harus bermakna secara
potensial yaitu dengan memperhatikan kemampuan awal siswa, dan (2) anak yang
akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna,
jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful learning
set). Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna.
Selanjutnhya kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua
faktor: (1) materi ini harus memiliki kebermaknaan logis, (2) gagasan-gagasan
yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki
kebermaknaan logis merupakan materi yang non-arbitrat dan substantif.
Agar
terjadi belajar bermakna, materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa
harus bertujuan untuk memaukkan materi itu ke dala struktur kognitifnya, dan
dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk
mengkaitkan atau menghubungkan materi baru secara non-arbitrer dan substantif.
Jika salah satu komponen ini tidak ada, maka materi itu kalaupun, dipelajari,
akan dipelajari secara hafalan (Rosser dalam Dahar, 1989).
Sukmadinata
(2001) menyarankan agar pembelajaran dapat bermakna bagi siswa, maka ada dua
persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: pertama, suatu materi memiliki
kebermaknaan logis berarti materi tersebut dapat dihubungkan dengan
konsep-konsep yang telah ada pada siswa, maka siswa harus memiliki materi yang
sesuai dengan hal yang akan dipelajari. Bila siswa dalam struktur kognitifnya
telah memiliki materi, ide-ide yang sesuai, yang memungkinkan materi baru dapat
dihubungkan padanya secara secara substantif dan non-arbitrer, maka materi
tersebut telah memiliki kebermaknaan potensial. Kedua, sesuai dengan
materi yang memiliki kebermaknaan potensial, sebab siswa dapat memberikan
makna, hal ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk memberi makna atau
tidak. Apabila siswa mempunyai kesiapan untuk memberi makna maka terjadilah
belajar bermakna (meaningful learning). Sedangkan Ausubel dan Novak
(dalam Susilo, 1987) menjelaskan cara belajar bermakna yang baik ialah melalui subsumption
yaitu dengan mengkaitkan konsep baru yang khusus ke konsep lain yang lebih umum
atau lebih inklusif, yang membentuk sebagian dari struktur pengetahuan siswa
saat itu, yaitu yang sudah ada dalam ingatannya. Pada saat terjadi sub-sumption
itu, struktur pengetahuan siswa menjadi lebih terdiferensiasi, sehingga
mempermudah terjadinya asimilasi konsep-konsep lain yang lebih baru.
- 2. Pengertian Peta Konsep
Definisi
konsep yang diadopsi dari Novak (1984) adalah sebagai regularitas (keteraturan)
di dalam kejadian-kejadian atau objek-objek yang diarahkan oleh suatu tanda
atau simbol. Konsep-konsep di dalam satu peta konsep berkaitan antara satu
dengan yang lain oleh garis-garis penghubung yang mendefinisikan
proposisi-proposisi hubungan-hubungan sepsifik antara konsep-konsep tersebut.
Misalnya “fotosintesis menghasilkan oksigen”. Pemerolehan hubungan-hubungan itu
adalah elemen kunci di dalam pembelajaran bermakna. Oleh karena konsep-konsep
itu merupakan penyajian-penyajian internal dari sekelompok stimulus-stimulus,
konsep-konsep itu tidak dapat diamati: konsep-konsep harus disimpulkan dari
perilaku. Selanjutnya Dahar (1989) menyatakan konsep merupakan dasar berpikir,
untuk belajar aturan-aturan, dan akhirnya untuk memecahkan masalah. Dengan
demikian konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi
untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi maupun untuk
peme-cahan masalah.
Menurut
Ausubel (1978) ada dua cara pemerolehan konsep, yaitu pemben-tukan konsep dan
asimilasi konsep. Pembentukan konsep disebut sebagai abstraksi dari
pengalaman-pengalaman yang melibatkan contoh-contoh konsep. Asimilasi konsep
merupakan cara untuk memperoleh konsep dengan menggunakan konsep lain yang
terbentuk. Selanjutnya Ausubel (dalam Hadikoswara, 1998) menjelaskan bahwa
pengembangan konsep akan berlangsung dengan baik, bila unsur-unsur yang paling
inklusif/umum dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, diikuti oleh
konsep-konsep yang lebih khusus secara vertikal ke bawah atau disebut juga
sebagai konsep-konsep yang disusun dalam bentuk bagan yang mengandung beberapa
proposisi yang dikenal sebagai peta konsep. Susilo (2001) peta konsep adalah
alat untuk mewakili adanya keterkaitan secara bermakna antar konsep sehingga
membentuk proposisi, proposisi yaitu dua atau lebih konsep yang dihubungkan
dengan garis yang diberi label (kata penghubung) sehingga memiliki suatu arti.
Nur (2000b) mengatakan peta konsep merupakan perwakilan visual (melalui
penglihatan) atau organisator grafik tentang hubungan-hubungan antara
konsep-konsep tertentu. Mardiningsih (2001) peta konsep adalah suatu strategi
yang dapat membantu para siswa melihat dan memahami keterkaitan antar konsep
yang telah dikuasainya. Novak dan Gowin, 1984; Feldsine, 1987; Fowler; 1987;
Morira, 1987 (dalam Sumaji, 1998) menyimpulkan bahwa peta konsep adalah suatu
alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan
dalam suatu kerangka proposisi yang mengungkapkan hubungan-hubungan yang
berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok.
Peta
konsep disusun hierarkhis, konsep yang lebih umum berada di atas map itu.
Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melihat hubungan antara dua konsep
apakah benar atau tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi
yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep (Novak dan
Gowin, 1984). Dengan membandingkan antara peta konsep awal, tangah,
dan akhir, kita dapat mendeteksi konsep-konsep mana yang kurang tepat dan
sekaligus perubahan konsepnya. Untuk lebih melihat mengapa siswa beranggapan
seperti itu, ada baiknya peta konsep itu digabung dengan wawancara
klinis. Dalam wawancara itu siswa diminta mengungkapkan lebih mendalam
gagasan-gagasannya dan mengapa ia punya gagasan tersebut (Sumaji, 1998). Karena
peta konsep menunjukkan hubungan antara ide-ide, peta konsep dapat membuat
makna ide-ide dan istilah-istilah dan membantu memahami lebih baik apa yang
dipelajari, peta konsep dapat dihasilkan oleh siswa sendiri-sendiri,
kelompok-kelompok kecil, atau seluruh kelas (Nur, 2000b). Pemetaan konsep sangat
efektif untuk membantu siswa belajar bermakna, yaitu memahami hubungan logika
antara konsep yang satu dengan konsep yang lain (Mardiningsih, 2001). Guru
hendaknya menyadari bahwa belajar yang efektif dan bermakna itu dapat
berlangsung bila hubungan-hubungan dapat dibangun antara konsep-konsep baru
dengan konsep-konsep yang telah terbentuk di dalam struktur kognitif siswa.
Dengan demikian penggunaan teknik pemetaan konsep dalam proses belajar-mengajar
biologi dikelas dapat mengurangi kepasifan siswa dan memacu peningkatan minat
serta partisipasi mereka dalam proses belajar mengajar yang bermakna. Bila
siswa mengetahui sebelumnya bahwa mereka akan terlibat dalam suatu kegiatan
belajar seperti pemetaan konsep, maka perhatiannya akan lebih besar dan menjadi
lebih berminat untuk melibatkan diri dalam proses belajarnya sendiri (Amin,
1990).
Peta
konsep yang paling baik adalah yang dibuat sendiri oleh siswa. Di samping itu
peta konsep bersifat fleksibel, artinya dapat sederhana dan dapat pula
kompleks, dapat linier atau bercabang, dan dapat pula bersifat hirarkis.
Maka pembelajaran dengan membimbing siswa trampil membuat peta
konsep diharapkan dapat meningkatkan hasil pemahaman suatu konsep dengan baik,
karena siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran dan guru berperan sebagai
fasilitator atau moderator (Mardiningsih, 2001). Oleh karena peta konsep
itu mengungkapkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang dimiliki
seseorang, maka guru dan siswa, demikian pula siswa dan siswa dapat mengadakan
diskusi untuk saling mengemukakan mengapa suatu hubungan proposisional itu baik
atau sahih. Dengan cara ini dapat diketahui kekurangan dalam mengaitkan
konsep-konsep (Dahar, 1989).
3. Cara Menyusun Peta Konsep
Untuk
menyusun peta konsep dapat disesuaikan dengan tujuan pengajaran. Misalnya,
penyusunan peta konsep pada konsep ekosistem maka siswa dapat membaca dengan
teliti materi pelajaran tersebut, setelah itu siswa dapat menentukan
konsep-konsep yang penting. Konsep-konsep yang sudah dipilih disusun secara
berurutan, untuk konsep yang paling umum diletakkan paling atas dan diurut ke
bawah sesuai tingkat inklusifnya, dan disusun secara vertikal. Untuk
menghubungkan dua atau lebih konsep yaitu konsep yang inklusif dengan konsep
yang kurang inklusif digambarkan di bawahnya, maka akan diperoleh suatu bentuk
hierarki pada peta konsep. Kata penghubung harus digunakan untuk menghu-bungkan
antara konsep secara horizontal yang menggunakan garis tanda panah yang menuju
pada konsep yang terkait dengannya (Shaka dan Bitner, 1997).
Membuat
peta konsep dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa langkah yang disaran oleh
Dahar, (1989) dan Novak (1984) yaitu: (1) Memperkenalkan sifat-sifat
konsep-konsep, belajar bermakna dan belajar hafalan. Menekankan pada keuntungan
belajar bermakna, (2) Mendemonstrasikan beberapa contoh peta konsep untuk topik
yang telah dikenal, (3) Memperkenalkan 6 langkah pembuatan peta konsep, yaitu:
(a) Membaca bahan bacaan, (b) mengidentifikasi konsep-konsep utama, (c)
mengurutkan konsep dari yang paling inklusif ke yang kurang inklusif, (d)
menulis, mengkaitkan, dan memberi kata penghubung untuk membentuk peta, (e)
mengembangkan cabang, dan (f) membuat kaitan silang, (4) Memberi
latihan-latihan pada siswa menyusun peta konsep untuk materi yang telah
diajarkan dan disarankan siswa untuk memperbaiki petanya, (5) menyampaikan
kriteria penilaian, bahwa peta konsep yang baik adalah peta yang mempunyai
banyak konsep, banyak tingkat hierarki, dan banyak kaitan silang. Contoh peta
konsep dapat dilihat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2 berikut.
|
||||
|
||||
Gambar 2.1 Contoh Peta Konsep Polusi Udara
(Sumber: Shaka dan Bitner, 1997)
Gambar 2.2 Contoh Peta Konsep Sistem Ekskresi
(Sumber: Shaka dan Bitner, 1997)
4. Kelebihan dan Kelemahan Peta Konsep
- a. Kelebihan Peta Konsep
Ausubel
dan Novak (dalam Dahar, 1995) menyatakan ada tiga kegunaan dari belajar
bermakna, yaitu sebagai berikut: (1) informasi yang dipelajari secara bermakna
lebih lama dapat diingat, (2) informasi yang tersubsumi mengakibatkan
peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar
berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, (3) informasi yang dilupakan
sesudah subsumi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga
mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi lupa.
Gibson
(1996) menyatakan bahwa pendekatan peta konsep dapat bermanfaat dalam
pembelajaran konsep pada perkuliahan biologi. Dengan pendekatan ini,
konsep-konsep kunci ditata dalam sebuah tatanan hirarkis dengan hubungan yang
menunjukkan keterkaitan konsep. Harapannya adalah bahwa hal ini akan membantu
para guru dan yang sedang memusatkan perhatian pada tugas pelajaran yang
spesifik. Peta konsep dapat menunjukkan secara visual berbagai cara yang dapat
ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam permasa-lahnnya,
sehingga terjadi keterkaitan antara konsep dalam bentuk proposisi di mana
seperangkat konsep tersebut harus menyatu dalam bentuk proposisi sehingga dapat
dikatakan bahwa peta konsep adalah alat untuk menyatakan secara eksplisit
konsep dan proposisinya.
Pembelajaran
dengan menggunakan Peta konsep memiliki kelebihan dan kelemahan yang akan
dibahas lebih lanjut. Adapun kelebihan pembelajaran dengan menggunakan peta
konsep yang dinyatakan Novak dan Gowin (1984) sebagai berikut.
1) Bagi Guru
a)
Pemetaan konsep dapat menolong guru mengorganisir seperangkat pengalaman
belajar secara keseluruhan yang akan disajikan.
b)
Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi pelajaran, hal ini
disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek verbal
bagi siswa, karena siswa dengan mudah melihat, membaca dan mengerti makna yang
diberikan.
c)
Pemetaan konsep menolong guru memilih aturan pengajaran berdasarkan kerangka
kerja yang hierarki, hal ini mengingat banyak materi pelajaran yang disajikan
dalam urutan yang acak.
d)
Membantu guru meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengajarannya.
2) Bagi Siswa
a)
Pemetaan konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan proses belajar
bermakna, yang akan meningkatkan pemahaman siswa dan daya ingat
belajarnya.
b)
Dapat meningkatkan keaktifan dan kreatifitas berpikir siwa, hal ini
menimbul-kan sikap kemandirian belajar yang lebih pada siswa.
c)
Mengembangkan struktur kognitif yang terintegrasi dengan baik, yang akan
memudahkan belajar.
d)
Dapat membantu siswa melihat makna materi pelajaran secara lebih kompre-hensif
dalam setiap komponen konsep-konsep dan mengenali hubungan antara konsep-konsep
berikut.
b) Kelemahan Peta Konsep
Beberapa
Kelemahan atau hambatan yang mungkin dialami siswa dalam menyusun peta konsep,
antara lain: (1) perlunya waktu yang cukup lama untuk menyusun peta konsep,
sedangkan waktu yang tersedia di kelas sangat terbatas, (2) sulit menentukan
konsep-konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari, (3) sulit menentukan
kata-kata untuk menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain.
Jadi
hambatan yang kemungkinan dialami siswa akan dapat diatasi dengan melakukan
hal-hal sebagai berikut: (1) siswa diminta untuk membuat peta konsep di rumah,
dan pada pertemuan berikutnya didiskusikan dalam kelas, (2) siswa
diharapkan dapat membaca kembali materi dan memahaminya, agar dapat mengenali
konsep-konsep yang ada dalam bacaan sehingga dapat mengkaitkan konsep-konsep
tersebut dalam peta konsep.
5. Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran Kontekstual
Pengajaran
kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa dari TK sampai dengan
MA/SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan
luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau
masalah-masalah yang disimulasikan (University of Washington, dalam Nur,
2001). Lebih lanjut dijelaskan pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa
menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada
masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja.
Peta
konsep merupakan salah satu alat ukur dalam Assessment pembelajaran
kontekstual, yang mana pada prinsipnya adalah tidak hanya menilai apa yang
diketahui siswa, namun juga menilai apa yang dapat dilakukan oleh siswa.
Penilai-an tersebut sangat mengutamakan penilaian kualitas hasil kerja siswa
dalam me-nyelesaikan tugas. Sistem ini sesuai dengan sistem performance
assessment.
Adapun
komponen-komponen dari suatu performance assessment meliputi empat hal
berikut ini: (a) tugas yang dikehendaki siswa menggunakan pengetahuan dan
proses yang telah mereka pelajari, (2) Check-list, mengidentifikasi
elemen-elemen tindakan
atau hasil yang diperiksa, (3)
seperangkat deskripsi dari suatu proses atau suatu kontinum nilai kualitas
(rubrik) yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keseluruhan kerja, dan (4)
contoh-contoh dengan mutu yang sangat baik sebagai model dari tugas yang harus
dikerjakan.
Constektual Teaching and Learning (CTL) menekankan berpikir tingkat
tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisis
dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
Selanjutnya University of Washington (dalam Nur, 2001) menyatakan 6
kunci CTL sebagai berikut: (1) pembelajaran bermakna, (2) penerapan
pengetahuan, (3) berpikir tingkat tinggi, (4) kurikulum yang dikembangkan
berdasarkan standar, (5) responsif terhadap budaya, dan (6) penilaian autentik.
Pendekatan
kontekstual didasarkan pada kecenderungan pemikiran tentang belajar yang
diadopsi dari Nurhadi (2003) sebagai berikut.
1) Proses Belajar
Beberapa
pendekatan yang berkaitan dengan proses belajar, diantaranya (1) belajar tidak
hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dari benak
mereka sendiri, (2) anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri
pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh
guru, (3) para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu
persoalan (subject matter), (4) pengetahuan tidak dapat dipisahpisahkan
menjadi fakta-fakta atau poposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan
keterampilan yang dapat diterapkan, (5) manusia mempunyai tingkatan yang
berbeda dalam menyikapi situasi baru, (6) siswa perlu dibiasakan memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan
ide-ide, dan (7) proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan
struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi
pengetahuan dan keterampilan seseorang.
2) Siswa Sebagai Pebelajar
Belajar
merupakan hal yang penting bagi siswa dalam mengikuti pelajaran, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
a)
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan
seorang anak mempunyai kecenderungan belajar dengan cepat hal-hal baru.
b)
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
3)
Peran orang dewasa (guru) membantu menguhubungkan antara yang baru dan yang
diketahui.
c)
Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan
siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
3) Pentingnya Lingkungan Belajar
Lingkungan
belajar sangat menentukan bagi siswa dalam mengikuti pembelajaran, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
a)
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.
b)
Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengeta-huan
baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
c)
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment)
yang benar.
d)
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk pembelajaraan kooperatif itu
penting.
http://sman1kobi.sch.id/news/peta-konsep-untuk-belajar-bermakna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar